More Than Just a Smoker Club


Ternyata banyak juga teman-teman saya yang mengira kalau Dead Smokers Club hanyalah grup rokok belaka yang didirikan oleh remaja-remaja badung. Barangkali karena cuplikan cerita yang dicantumkan di akhir buku. Atau, barangkali memang karena mereka mengambil kesimpulan dari judul bukunya. Well, memang tidak ada salahnya. But, it’s actually more than that. Sort of. Hahaha.

On the other hand–in completely different matters–saya senang sekali mendapat begitu banyak tanggapan positif terhadap novel saya tersebut. Alhamdulillah. Bahkan teman-teman saya mengirimkan foto Dead Smokers Club yang masuk jajaran Buku Laris. Uwooo! It’s so surreal! Saking surealnya, saya sampai dapat fanbase script DSC! My first fanbase ever! How crazy is that?!

 

DSC di Matraman

DSC di Matraman

 

Banyak juga yang sudah tidak sabar untuk membaca kelanjutan Dead Smokers Club. Karena DSC2 masih dalam tahap editing, tampaknya teman-teman sekalian masih harus sedikit bersabar :). Tapi, sembari menunggu dan biar nggak terlalu penasaran (atau justru bikin kalian semakin penasaran, hehehe), saya posting cuplikan adegan dari DSC2. Sebenarnya, lebih tepat jika disebut sebagai cuplikan tambahan sih. Adegan berikut merupakan extended version dari cuplikan yang dimuat di buku pertamanya, yang memberikan gambaran lebih kalau DSC bukan sekadar grup rokok belaka. Perlu diingat, ini saya copy paste dari naskah langsung, belum diedit oleh pihak penerbit. Jadi, mohon maklum ya kalau ada typo, kesalahan EYD, dll. But, please enjoy!

 

***

 

Selain flu plus hukuman dari Kevin si Keji, Adrian tidak melihat adanya tanda-tanda telah terjadi tindakan penganiyaan terhadap dirinya kemarin malam. Seluruh oknum pelaku bertingkah wajar pagi itu. Tak tersirat penyesalan, rasa bersalah, atau—paling tidak—cengiran canggung di wajah mereka. Kejadian kemarin seolah tidak pernah ada, tak ubahnya mimpi atau mitos tentang unicorn. Lebih dari itu, eksistensi Dead Smokers Club sama sekali tidak terasa. Benarkah DSC nyata di sekolah ini?

Satu hal yang pasti, gara-gara DSC, sore itu Adrian mesti berkutat dengan sikat, karbol, juga pengharum ruangan di toilet sekolah. Jujur saja, membersihkan toilet bukan hukuman yang berat. Selama di panti asuhan, dia rutin kebagian jadwal membersihkan toilet.

Dia tidak ambil pusing apabila ada siswa yang mengejek sewaktu melihatnya menyikat lantai kamar mandi. Dia menjalankan hukumannya dengan giat, tidak memberi celah sedikit pun bagi Kevin untuk mencemooh kinerjanya.

Adrian merasa sedikit lebih baik kala makan malam tiba. Ingus yang mengganggu pernapasan sudah dapat dijinakkan. Tadi siang, Dennis memberinya obat dari klinik sekolah. Ia duduk bersama Dennis, Daniel, Erick, Sam dan Johnny di kantin.

“Flumu sudah sembuh, Ad?” tanya Sam.

“Sudah jauh lebih baik.”

“Gimana dengan hukuman loe?” cengir Daniel.

“Bukan masalah besar,” Adrian mengangkat bahu.

“Oho, hebat. Kalau gue sih lebih suka nyuci piring ketimbang ngebersihin toilet,” tanggap Johnny.

“Yah, toilet sekolah sudah cukup bersih sih. Jadi nggak repot buat dibersihin.”

“Kita sudahi obrolan tentang toilet sampai di sini. Rasanya topik tersebut kurang cocok dibicarain saat makan,” kata Dennis, “Lagipula, menilik keadaan, gue pikir nggak masalah kalau kita bicara tentang DSC sekarang.”

“Ah ya, kita punya anggota baru nih,” cengir Erick.

“Apa aman membicarakan tentang DSC di sini?” tanya Johnny, was-was.

“Nggak apa-apa kok,” tanggap Sam, enteng, “Kantin sedang ramai. Gue yakin nggak bakal ada yang ngedengar obrolan kita.”

“Nah, Sobat, seperti janji gue, kami akan menjelaskan segalanya tentang DSC yang ingin loe ketahui,” kata Dennis, “Silakan ajukan pertanyaan sampai puas.”

“Umm…” Adrian berpikir sejenak, “apa itu DSC?”

“Gampangnya, Dead Smokers Club adalah klub rahasia di sekolah ini. Didirikan delapan tahun yang lalu—kita adalah generasi ketujuh, Don-Jon generasi kedelapan—oleh siswa-siswa seperti kita,” Dennis menjelaskan, “Seperti namanya, tujuan awal klub ini adalah untuk menyuplai rokok ke T&T.”

“Menyuplai rokok?”

Dennis mengangguk. “Ya. Akibat peraturan sekolah yang ketat, banyak murid T&T yang kesulitan mendapatkan rokok. Loe tahu sendiri kan, kalau siswa-siswa SMA zaman dulu itu hobi merokok? Dari sanalah DSC didirikan.”

“Nggak semua orang bisa bergabung, mengingat kegiatan menyuplai rokok ke sekolah bukan perkara mudah,” tambah Sam, “DSC memerlukan anggota dengan kemampuan serta bakat tertentu. Siswa-siswa yang lihai kabur, punya koneksi luas, bernyali besar, dan lain sebagainya. Singkatnya, sejak semula, DSC adalah klub rahasia bagi siswa berbakat.”

“Berbakat melanggar peraturan maksudnya?” sindir Adrian.

Semua tertawa.

“Bisa dikatakan demikian,” Dennis mengakui.

“Loe bilang DSC bukan klub kriminal.”

“Benar. Dan, klub ini memang nggak pernah melakukan tindakan kriminal yang merugikan masyarakat,” tegas Dennis, “DSC cuma melanggar beberapa peraturan sekolah.”

“Bukankah itu juga termasuk kategori kriminal?”

“Nggak sepenuhnya, Ad, kalau loe mau mendengar penjelasan kami lebih lanjut,” sangkal Dennis, “Di masa awal, tujuan utama DSC memang untuk menyuplai rokok. Namun, lama kelamaan, DSC berkembang menjadi klub dengan tujuan yang lebih luas.”

“Apa tujuan utama DSC generasi sekarang?”

“Secara garis besar, DSC masih bertugas menyuplai barang dari luar,” jawab Sam, “Bedanya, rokok bukan lagi komoditas utama. Dewasa ini DSC lebih banyak menyuplai barang-barang seperti komik, film, game, lipstik buat Rudy, DVD, VCD, serta apa pun yang diinginkan para siswa T&T.”

“Termasuk VCD porno?” sindir Adrian.

Yup. Serta komik hentai,” kekeh Erick.

“Kalian masih menganggap DSC bukan klub kriminal?”

“Kami hanya menyuplai barang-barang legal hingga semi ilegal,” tandas Dennis, “DSC nggak pernah menyuplai barang-barang ilegal, seperti minuman keras, narkotik, apalagi senjata. Nah, itulah manfaat lain dari DSC. Selain menjadi penyuplai barang, kami juga bertindak sebagai filter, mencegah barang-barang ilegal masuk ke dalam lingkungan sekolah. Kami lebih suka disebut antihero ketimbang kriminal.”

“Pada generasi awal, DSC memang pernah lalai membiarkan narkotik masuk ke sekolah,” imbuh Sam, muram, “Alhasil, satu siswa tewas overdosis. Kerahasiaan DSC pun nyaris terungkap. Untungnya krisis itu dapat ditanggulangi setelah terjadi reformasi besar-besaran di dalam tubuh DSC. Sejak saat itu, DSC ikut serta mengawasi pergerakan barang-barang yang masuk ke sekolah.”

“Yang jelas: no drug in this school, Mate! Narkoba cuma untuk pecundang, sedangkan kita bukan,” kata Daniel.

***

There you go. Hope you enjoy it. Doain ya semoga DSC bisa laris manis dan DSC2 bisa cepat terbit. Amiiin. 😀

8 thoughts on “More Than Just a Smoker Club

  1. Seperti biasa, di sini Adham alim sekali :v. Sampai bilang alhamdulillah segala.

    Btw, saya masih menunggu kiprahnya si Adrian. Soalnya jujur saja, peran dia di DSC part 1 sungguh garing, tak banyak berguna. Belum jadi MC yang lovable ataupun hateable menurut saya, masih setengah-setengah.

    Well, semoga konfliknya lebih seru lagi. Good luck. Jangan lupa sampulnya harus warna pink!

  2. as i said, dsc will rockin’ yeah. saya ikut senang bukunya nampang di deretan buku laris. semoga itu pertanda bagus utk buku selanjutnya. komenku secara keseluruhan utk dsc part 1 udah kan? hehe.

    tadinya berharap ada kejutan yg gak kuketahui di part 2 (berhubung aku sebagai salah satu first reader utk orisinilnya) biar ada alasan lbh kuat buat nyerbu toko krn penasaran (lagi). haha. tp kayaknya mengubah lagi part 2 bakal bikin kamu pusing :p

    congrats anyway. i wish my own book could be as cool as yours xd

  3. Hai om Adham!
    saya mau kasih komentar (yang terlambat) tentang DSC sekalian blog walking 😀

    Pertama saya mau protes dulu. Hal mencolok yang saya ga suka soal novel DSC adalah font sizenya kegedean! Dari dulu saya ga suka novel dengan font size gede2 karena bikin males baca, tapi demi om saya baca kok tenang aja 😁

    Soal isinya overall bagus karena menyinggung masalah remaja dan sekolah, cocok gitu deh sama saya yang masih unyu2nya ini :3 Banyak lawakan-lawakannya pula, dan karakternya anak SMA yang beda dari yang lain. Bacanya juga santai karena ga terlalu tebel dan ceritanya ringan, pembawaannya asik.

    Soal appearance bukunya sendiri, saya agak kurang setuju soal covernya. Kenapa? Karena covernya itu bakal bikin orang yang mau baca (termasuk saya) mikir kalau itu novel ‘garang’, padahal isinya tentang keunyuan anak-anak sekolahan. Saya ga suka novel garang sebenernya, karena kesannya cowo banget. Tapi berhubung yang nulis om Adham jadi saya beli. Untung isinya ceritanya ga segarang covernya hehe.

    Jangan lama2 pending lanjutannya ya, saya penasaran loh om!

    • Ndreeee! Maaf baru bales sekarang! Hehehehe
      Makasih ya buat masukan dan komentarnya. Sangat berharga banget buat saya.

      Doain ya DSC 2 dan 3 nya lancar 😀

      Sekali lagi makasih udah baca dan suka! 😀

Leave a comment